Friday, August 26, 2016

DIBALIK KESEJUKAN DAN KEINDAHANNYA

Ketika kita mengalami rutinitas sebagai seorang pekerja yang tinggal di kota-kota besar, yang sangat padat, terbiasa diburu waktu, tergesa-gesa, gelisah, bising, polutan bertebaran, macet..de el el..maka waktu atau ritme ditubuh kita manjadi terasa lebih cepat. Mereka yang mengalami hal ini tentu sering sekali merasakan, betapa cepatnya waktu berlalu. Baru melakukan sedikit aktivitas saja, tahu-tahu jam sudah menunjukkan waktu sudah berlalu begitu banyak, tanpa terasa dan tanpa kita sadari. Ketergesaan sudah menjadi bagian dari energi tubuh kita, sudah menjadi bagian dari bawah sadar kita. Sehingga ketika kita tiba di suatu desa yang sunyi, sejuk, damai, terasa ada yang 'melambat' didalam kesadaran kita. Dalam suatu kesempatan saya pernah merasakan waktu berjalan lebih lambat, cooling down alami seolah terjadi disini. Ngobrol bersama teman-teman dari jam 7 malam hingga sampai mulut terasa berbusa-busa, dan ketika melihat jam, ternyata masih jam 11 malam, padahal saya merasa seharusnya sudah jam 2 dini hari. Wow..Senang rasanya mengetahui hal ini, berarti waktu untuk tinggal di desa yang nyaman ini masih cukup lama. Masih ada waktu untuk meredakan stress kehidupan hingar bingar kota. Memang, tinggal di desa yang sejauh mata memandang merupakan tanaman hijau, sungguh suatu kesempatan yang menyenangkan. Kehidupan desa pertanian tak sekedar sebagai tempat yang sejuk dan indah, namun juga menyehatkan pikiran, badan dan memberikan inspirasi akan ketenangan hidup. Desa pertanian merupakan aset penting yang harus dipertahankan.
(Didiet DSH)
Kebun jagung desa Robyong, Tumpang



Tanah yang subur dan siap ditanami

NEGERI PETANI

Mendengar cerita seorang kawan yang membicarakan tentang potensi negeri ini seolah tak ada habisnya, terlalu banyak potensi yang belum dioptimalkan atau malah cenderung terabaikan. Pada suatu kesempatan sahabat saya yang selain usahawan dan juga seorang petani ini ditawari oleh kolega bisnisnya untuk bepergian keluar negeri, khususnya Vietnam. Kenapa Vietnam? Rupanya koleganya tersebut ingin menunjukkan tentang kemajuan pertanian atau bisnis berbasis agraris disana. Dia hanya ingin menunjukkan bahwa yang namanya petani itu seharusnya kehidupan finansialnya cukup terjamin, makmur, dan hidup berkecukupan. Dia juga ingin menunjukkan rumah-rumah para petani disana, yang sangat ideal sebagai tempat tinggal keluarga. Bandingkan saat melihat kehidupan petani di negeri ini, wah, jadi sedih. Mungkin memang ada beberapa orang yang sukses sebagai pengusaha bidang pertanian, tetapi yang petani "kembang kempis" juga banyak. Yang frustrasi dan akhirnya menjadi pekerja urban juga sangat banyak. Pernah ada suatu kondisi dimana suatu desa yang mayoritas mata pencahariannya sebagai petani dan bercocok tanam, kehidupannya tergantung oleh para tengkulak. Hasil panenan apa kata tengkulak, para tengkulak memberikan pinjaman yang pengembaliannya dari penjualan hasil panen para petani, yang....tengkulak sendiri yang membelinya. Dikondisikan bagaimana para petani ini menjadi sangat tergantung oleh penjualan para tengkulak. Disampaikan ke petani bahwa harga jual hasil panennya rendah, padahal kenyataannya sampai di pasar-pasar harganya setinggi langit. Tapi para petani tak berdaya, jalur distribusi telah dikuasai. Harga dipasar rendah petani rugi, harga dipasar tinggi petani tak menikmati. Jadilah para petani ini hanya sebagai pekerja tani yang tak pernah merasakan kemakmuran layaknya sebuah negeri agraris. Sedih.... Sudah saatnya sekarang inovasi digulirkan, saatnya perhatian diarahkan kepada potensi asli negeri "gemah ripah loh jinawi" ini, yaitu negeri agraris, negeri para petani, negeri para nelayan, negeri kita.....
(Didiet DSH)
Foto seorang ibu yang bekerja sebagai buruh tani, di desa Duwet.

Medan yang berat tetap dilalui demi kehidupan sehari-hari



Monday, August 22, 2016

BERBEDA BUKANLAH DOSA (Kumpulan Artikel, Buku, menarik untuk dibaca)

Kebhinnekaan bangsa Indonesia sebagai salah satu negara multikultur terbesar di dunia tentu menjadi kebanggaan dan rahmat tersendiri yang patut disyukuri. Disisi lain ada resiko besar yaitu potensi konflik kekerasan akibat adanya sikap-sikap etnosentris, prejudice (syakwasangka), stereotip dan diskriminasi. Seperti yang kita cermati melalui mas media baik cetak maupun elektronik tentang maraknya konflik kekerasan yang terjadi di Indonesia 20 tahun terakir ini mulai dari Bom Bali, Sampit, Poso, Ambon, Lampung, Mamasa, Singkil, Tolikara, Tanjung Balai dan masih banyak lagi. Ditambah lagi arus globalisasi juga dapat memberikan dampak negatif jika tidak disikapi dengan bijak.

Menyadari hal tersebut, Encompass Indonesia berniat untuk ikut mengambil peran dalam upaya preventif mengurangi potensi konflik tersebut melalui kegiatan edukasi sikap dan nilai-nilai multicultural khususnya diperuntukkan bagi generasi muda. Salah satu wujudnya adalah dengan menerbitkan buku yang diberi judul “Berbeda Bukanlah Dosa” cerita Sahabat Bhinneka.

Buku tersebut merupakan antologi catatan-catatan kecil para muda yang telah mendapat pencerahan-pencerahan dari kegiatan-kegiatan pembelajaran sikap dan nilai-nilai Multikultural. Buku ini diharapkan dapat menginspirasi para muda yang bersentuhan baik secara langsung dengan konflik-konflik multikultur (cuplikan artikel terlampir)

Untuk mendapatkan bukunya serta informasi yang berkaitan silakan hubungi :

Bambang Sarasno

Telpon dan whatsapp 08121060850
Berikut beberapa cuplikan artikelnya:





Friday, August 19, 2016

ALUN-ALUN BALAIKOTA MALANG

Masih dalam rangkaian perjalanan saya ke Malang saat Ramadhan 1437 H kemarin, salah satu tempat yang wajib dikunjungi adalah alun-alun Balai Kota Malang. Karena selain penataan yang indah dan apik, tempat ini merupakan salah satu icon kota dan kebanggaan warga Malang. Menurut Wikipedia: "Pondasi tugu yang berada di bagian tengah alun-alun ini dibangun pada tahun 1945 dan pernah dihancurkan Belanda saat menguasai Kota Malang. Pada tahun 1952, tugu ini dibangun kembali yang diresmikan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 20 Mei 1953". Jadi jelaslah tempat ini selain cantik juga ternyata menyimpan nilai sejarah. Anda bisa berselfie ria disini, atau foto bersama keluarga dan kawan-kawan. Atau Anda juga bisa memanfaatkan juru foto yang menawarkan jasanya disekitar taman alun-alun tersebut. Konon pada malam haripun, di alun-alun ini pemandangannya juga tak kalah menarik dibanding siang hari. Ada pemandangan warna-warni lampu yang menyinari tugu utama ditengah kolam. Tak perlu panjang lebar, Anda bisa simak keindahan Alun-Alun Balai Kota Malang siang hari melalui gambar-gambar berikut. (Didiet DSH, foto 18 Juni 2016)
Salah satu pintu masuk alun-alun melalui pintu utara

Paduan yang cantik warna-warna alami

Penataan dan pemeliharaan rumput dan tanaman yang ditata rapi

Bunga teratai yang tumbuh dikolam ini terlihat sangat romantis



Gedung Balai Kota terlihat diseberang, terlihat diantara air mancur yang menciptakan pelangi

Pepohonan besar diseberang sana menambah ke asrian taman ini

Pintu masuk menuju tugu tengah kolam

Sebuah keindahan ditengah keriuhan kota, seolah mampu meredam kebisingan dengan nuansa hijau yang terkesan sejuk

Hiasan tanaman plastik ini cukup memberikan warna tersendiri

Gedung Balai Kota

Tak lupa tempat sampah yang merupakan ciri khas budaya "keren" warga berkesadaran lingkungan

Pada jam-jam tertentu terasa sepi dan tenang



Apresiasi kepada Pemkot Malang patut diberikan untuk pemeliharaan tempat ini

Wednesday, August 17, 2016

BUKAN PATUNG BIASA

Masih bercerita tentang perjalanan mudik kemarin, saya diajak berjalan-jalan menyusuri tengah kota Malang oleh seorang sahabat. Entah kenapa dalam benak teman saya itu kok terpikir untuk mengajak saya melihat-lihat kota Malang terkini. Mungkin saja karena teman saya itu sudah tahu kebiasaan saya yang sering mendokumentasikan setiap perjalanan, baik berupa foto atau video. Saat itu saya diarahkan untuk melihat-lihat seputaran jalan Ijen. Mmmm....Sepertinya tidak banyak berubah, tapi saya suka dengan "ketidak berubahan" itu, karena artinya sejarah jalan Ijen beserta kenangan-kenangan kota Malang tetap terjaga dan akan selalu teringat. Saya lebih suka icon-icon kota seperti Jalan Ijen, Alun-Alun Balai Kota, dll tidak berubah dan menjadi modern dengan usaha renovasi misalnya, atau dibangun gedung dan fasilitas ini itu, apalagi menjadi sebuah pusat perbelanjaan..duh! Semoga Jangan!! Pada saat kuliah di kota Malang dulu, saya sering melewati jalan Ijen ini, tetapi baru kemaren menyadari bahwa di jalur seberang jalan Ijen ini ternyata ada sebuah patung yang terdiri dari dua orang yang sedang membawa senjata dan tertera dibawahnya tulisan PATUNG TRIP. Wah, kenapa sampai terabaikan dari perhatian ya? Padahal patung ini justru sebuah pengingat sejarah yang sangat penting, terutama bagi warga Malang dan bagi bangsa ini. PATUNG TRIP yang dimaksud adalah patung Pahlawan Tentara Republik Indonesia Pelajar. Adalah sebuah monumen yang mengingatkan akan perjuangan para tentara muda pelajar yang dengan persenjataan ala kadarnya menghadapi Agresi Militer Belanda di tahun 1947. Yap, tentara pelajar loh, anak sekolah...sungguh membanggakan sekaligus terharu. Namun 35 pejuang pelajar itu harus merelakan nyawanya dan gugur dalam perlawanan tersebut. Sedih rasanya, anak-anak muda yang masih sekolah sudah meregang nyawa demi kemerdekaan ibu pertiwi.Dan atas jasa-jasa mereka maka sebagai bentuk penghargaan, jalan yang dulunya bernama jalan Salak, dinamai Jalan Pahlawan TRIP, sekaligus dibuatkan monumen berupa patung. DIRGAHAYU KEMERDEKAAN RI!! TERIMA KASIH PARA PAHLAWAN KUSUMA BANGSA..... (Didiet DSH)





Friday, August 12, 2016

HARGA TEMAN

Di kampung saya dulu ada seorang ibu-ibu yang sangat jago nawar harga setiap barang yang akan dibelinya hingga sesuai dengan target keinginannya, yaitu semurah-murahnya. Para sahabatnya sangat mengandalkan kelihaiannya untuk menawar harga barang-barang yang akan dibelinya, dan selalu berhasil. Kerabat2nya juga sangat memuji keahlian dia yang satu ini. Bahkan saking terkenal akan kelihaiannya dalam menawar harga, sampai-sampai banyak penjual sayur di pasar yang enggan berurusan dengannya...loh? Ya iyalahh...menawar harga barang yang bernilai atau berharga tinggi pada pedagang besar memang wajar dilakukan, tetapi kalau menawar dagangan pada tukang sayur, pedagang makanan keliling, dan pedagang kecil lainnya yang notabene penghasilannya masih "Senin Kamis" alias kadang laku kadang tidak, tentu harus lebih bijaksana dikit. Kita atau Anda tentu pernah membeli barang yang sama antara di supermarket dengan di pedagang kecil pinggir jalan, kalau di pedagang pinggir jalan wow, kita gigiiih...sekali menawar sampai harga yang serendah-rendahnya, berbeda dengan saat membeli barang yang sama, tapi di supermarket atau hipermarket. Tak pernah kita protes, apalagi menawar-nawar harga, padahal disana mencantumkan harga yang lebih tinggi dan lebih mahal. Kita main ambil-ambil saja. Hmm..padahal bisa kita bayangkan perbedaan kondisi ekonomi pemilik supermarket dengan pemilik dagangan pinggir jalan tadi bukan? 



Kita juga sering dihadapkan pada kondisi dimana suatu barang atau jasa yang kita beli mendapatkan "Harga Teman" dari penjual atau penyedia jasanya. Mungkin karena kita teman baik, karena kenal, karena tetangga, atau karena mereka orang tua teman anak-anak kita? Sehingga kita mendapat Harga Teman alias lebih rendah dari harga yang ditawarkan. Kadang-kadang dalam suatu transaksi kita sering menawar, "ayo dong, jangan segitulah harganya, kita kan teman....kita kan langganan.." Begitulah suatu pertemanan memang dapat menguntungkan dan dapat dimanfaatkan disatu sisi...Tapi tunggu dulu, bagaimana kalau kondisinya seperti pada cerita sebelumnya diatas? Yakni justru teman kita yang sedang berjualan itu secara finansial berada dibawah kita? Akankah kita sebagai pembeli ingin diberlakukan dengan harga teman? Seandainya saya diposisi sebagai pembeli, dan kondisi keuangan saya jelas lebih beruntung daripada teman kita yang berjualan itu, saya tetap akan memberlakukan Harga Teman.....ya...Harga Teman dalam kondisi seperti ini adalah saya akan membayar "lebih" daripada harga yang ditawarkan. Memang sih, kadang-kadang ada teman yang menolak dibayar lebih atau bahkan tidak mau dibayar sama sekali atas apa yang sudah diberikan kepada kita. Bukannya dia tidak membutuhkan uangnya, bukannya dia munafik, tetapi mungkin saja teman kita itu menempatkan persahabatan melebihi harga barang atau jasa yang dia berikan. Nah, teman yang seperti ini layak kita beri "bonus" persahabatan dilain waktu. (Didiet DSH)


KULINER DI TUMPANG

Ramadhan kali ini saya merasa sangat beruntung sekali, karena banyak hal-hal yang menyenangkan dan ternyata semua diluar dugaan. Saya mendapat jatah mengunjungi kota Tumpang dengan waktu hanya 5 hari saja. Namun dari hari pertama hingga hari terakhir, yang namanya undangan bukber tak pernah ada jeda. Silaturahimpun juga tak terlewatkan barang sehari. Bertemu kawan-kawan alumni SMPN 1 Tumpang, SMANETA, dan Ikapala (organisasi pecinta alam) sungguh suatu momen yang sangat menyenangkan. Pada suatu kesempatan sepulang undangan dari salah satu acara bukber, saya bersama kawan diajak untuk mencoba menikmati pangsit mie disebelah sebuah sekolah swasta di Tumpang. Mmm...bolehlah, apa sih bedanya dengan Jakarta? Kamipun memesan 2 porsi sembari ngobrol menunggu sang koki menyiapkan menu masakan pesanan kami itu.
Tak lama pesanan kami sudah siap dihidangkan didepan kami dan siap disantap. Waaahh...kok enak sekali ya, padahal kami sudah menikmati hidangan bukber 2-3 jam sebelumnya. Saya tidak habis pikir, apakah karena suhu yang dingin atau karena euforia saya selama di Tumpang yang membuat makanan terasa nikmat semua. Hmm..tapi kalau Anda penasaran, bolehlah dicoba, dan harganya standar bahkan tergolong sangat ekonomis kok. (Didiet DSH)
Suasana dalam tenda, udara yang dingin di malam hari menambah selera makan



Hmmm...sepintas memang sama dengan yang lain, tapi rasanya itu loh...

Wednesday, August 10, 2016

TAYANG NIAGA (Backpacker Homestay)

KEYSA HOMESTAY Home Stay Backpacker
Fasilitas: 2 kamar tidur 1 kamar mandi 1 x makan untuk maks.8 orang
Alamat:
Jln. Raya Kunci Kec Poncokusumo RT 12 RW 3 no. 228 Poncokusumo Malang
Kontak Personal:
Reny Matofany Phone/Whatsapp +62 822-3138-4465
Fasilitas:
Kendaraan untuk ke lokasi (Jeep kanvas terbuka dan Hardtop)..max. 8 orang Harga Rp.1,5 juta

Kamar tidur untuk privasi

Fasilitas kendaraan untuk antar ke lokasi wisata alam Bromo

Kamar mandi bersih dan luas

Ruang Tengah untuk bercengkrama

Friday, August 5, 2016

SUNGAI ADALAH ASET PENTING



Semasa kecil saya kisaran tahun 80-an di tempat masa kanak-kanak dulu, sungai merupakan pemandangan yang sangat lazim, sudah biasa, dan sama sekali bukan sesuatu yang mengherankan bahkan untuk disyukuri sekalipun, karena memang saya tidak banyak pergi kemana-mana. Tumpang yang masih patut disebut desa merupakan area yang bertanah subur, dengan sungai yang membelah desa bak jalur nadi kehidupan para petani. Ketika wawasan saya semakin bertambah, zona bermain sudah semakin meluas hingga ke ibukota, baru terasa sekarang, betapa sebuah daerah yang bertanah subur dengan aliran sungai yang membelah wilayahnya adalah sebuah karunia tak ternilai. Banyak tempat, banyak daerah, banyak desa yang bahkan untuk mencari air untuk minum saja sulit sekali mendapatkannya. Ada daerah yang dialiri sungai besar, namun malah airnya tidak layak konsumsi, bahkan untuk mandi sekalipun. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana / BNPB (surya.co.id) hingga akhir Juli 2015 ada 102 kabupaten dan 721 kecamatan di Indonesia telah mengalami krisis air dan mengalami kekeringan. Ketika menyadari hal ini saya langsung tertegun, sungguh Tumpang adalah salah satu kota kecamatan yang beruntung dengan ketersediaan air yang berlimpah, dengan sungai yang sangat berpotensi diperlukan untuk pengairan pertanian atau perkebunan. Namun beberapa waktu lalu sempat ada kekecewaan yang saya rasakan, ketika tiba-tiba salah satu sumber air yang selama beratus-ratus tahun sudah mengairi sawah ladang para petani, tiba-tiba di "ambil" begitu saja langsung dari mata airnya dengan alasan untuk pengadaan air bersih penduduk kota Malang. Kenapa tidak dibuatkan saja bendungan di hilir sana?, jadi setiap lahan yang selama ini dialiri sungai itu tetap mendapat suplai air yang cukup bahkan disaat musim kemarau dan sumber airnya tetap terjaga kealamiannya, lagipula sumber air tersebut berpotensi sebagai area wisata alam. Saya hanya bisa merasa prihatin, semoga saja ada "hawa kesadaran" yang berhembus diantara para pemangku jabatan. (Didiet DSH)_Foto:Sungai mengalir deras dan jernih di desa Robyong, Kecamatan Tumpang